Kotler (Terjemahan, 2001: 219) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek, yaitu :
1. Perilaku Membeli yang Kompleks
Merupakan model perilaku pembelian yang mempunyai ciri- ciri, sebagai berikut: terdapat keterlibatan mendalam oleh konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan terhadap merek yang satu dengan merek yang lain konsumen menerapkan perilaku “membeli yang kompleks” ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Keterlibatan konsumen mencerminkan bahwa produk yang akan dibelinya merupakan produk yang mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri konsumen yang bersangkutan. Dalam hal ini, konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut. Misalnya: sesorang konsumen yang akan membeli sebuah handphone, dalam hal ini mereka akan menyediakan waktu untuk mempelajari hal-hal yang terkait dengan produk yang akan dibelinya, membandingkan spesifikasi dan kelebihan- kelebihan antara merek yang satu dengan yang lain.
2. Perilaku Membeli yang Mengurangi Ketidakcocokan
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Contohnya, pembeli yang akan membeli karpet mungkin menghadapi keputusan dengan katerlibatan tinggi karena harga karpet mahal dan karpet mencerminkan ekspresi diri seorang konsumen. Namun pembeli mungkin mempertimbangkan hampir semua merek karpet yang berada pada rentang harga tertentu sama saja. Dalam kasus ini, karena perbedaan merek dianggap tidak besar, pembeli mungkin berkeliling melihat-lihat karpet yang tersedia, tetapi akan dengan cepat membeli. Mereka mungkin terutama merespon harga yang baik atau kenyamanan berbelanja. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidakcocokan pasca pembelian atau merasa tidak nyaman setelah membeli, ketika mereka menemukan kelemahan-kelemahan tertentu dari merek karpet yang mereka beli atau pun kerena mendengar hal-hal bagus mengenai merek karpet yang tidak dibeli. Untuk melawan ketidakcocokan ini, komunikasi purna jual orang pemasaran harus memberikan bukti-bukti dan dukungan yang dapat membantu kosumen menyenangi pilihan merek mereka.
3. Perilaku Membeli karena Kebiasaan
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli karena kebiasaan terjadi dalam kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan antara merek. Contohnya, dalam pembelian bumbu dapur garam. Konsumen akan sedikit sekali terlibat dalam kategori produk tersebut pada saat melakukan keputusan pembelian, pada umumnya mereka mengambil begitu saja tanpa memperhatikan merek apa yang diambil. Jika pada kenyataannya mereka masih mengkonsumsi barang yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan dari pada loyalitas konsumen terhadap suatu merek tertentu.
4. Perilaku Membeli yang Mencari Variasi
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Pelanggan menerapkan perilaku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti. Dalam kasus semacam ini konsumen seringkali mengganti merek. Contohnya, ketika seorang konsumen akan membeli sepotong roti. Seorang konsumen mungkin mempunyai beberapa keyakinan memilih merek roti tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek roti tersebut setelah mengkonsumsinya. Tetapi untuk waktu pembelian berikutnya konsumen mungkin akan mengambil merek lain, dengan beberapa alasan: agar tidak bosan, atau sekedar ingin mencoba sesuatu yang berbeda. Dalam hal ini pengantian merek terjadi untuk tujuan mendapatkan variasi bukan untuk mendapatkan kepuasan.