Thursday, January 14, 2016

Model Perilaku Konsumen

Model Henry Assael, yang memfokuskan pada perilaku pembuatan keputusan pembelian konsumen berdasarkan pengaruh-pengaruh individu, lingkungan dan stimuli pemasaran.Dalam penelitian ini, akan coba digali tentang model perilaku konsumen Henry Assael, yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang didasarkan pada aspek-aspek individu konsumen, aspek lingkungan dan stimulus pemasaran, terhadap laptop yang dibeli oleh konsumen. Model Kotler (Terjemahan, 2001:195), perilaku membeli konsumen atau consumer buyying behaviour merujuk pada perilaku membeli yang dilakukan oleh konsumen akhir atau individu dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi secara pribadi.
Kotler (Terjemahan, 2001: 219) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek, yaitu :
1. Perilaku Membeli yang Kompleks
Merupakan model perilaku pembelian yang mempunyai ciri- ciri, sebagai berikut: terdapat keterlibatan mendalam oleh konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan terhadap merek yang satu dengan merek yang lain konsumen menerapkan perilaku “membeli yang kompleks” ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Keterlibatan konsumen mencerminkan bahwa produk yang akan dibelinya merupakan produk yang mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri konsumen yang bersangkutan. Dalam hal ini, konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut. Misalnya: sesorang konsumen yang akan membeli sebuah handphone, dalam hal ini mereka akan menyediakan waktu untuk mempelajari hal-hal yang terkait dengan produk yang akan dibelinya, membandingkan spesifikasi dan kelebihan- kelebihan antara merek yang satu dengan yang lain.
2. Perilaku Membeli yang Mengurangi Ketidakcocokan
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan diantara merek-merek yang ada. Contohnya, pembeli yang akan membeli karpet mungkin menghadapi keputusan dengan katerlibatan tinggi karena harga karpet mahal dan karpet mencerminkan ekspresi diri seorang konsumen. Namun pembeli mungkin mempertimbangkan hampir semua merek karpet yang berada pada rentang harga tertentu sama saja. Dalam kasus ini, karena perbedaan merek dianggap tidak besar, pembeli mungkin berkeliling melihat-lihat karpet yang tersedia, tetapi akan dengan cepat membeli. Mereka mungkin terutama merespon harga yang baik atau kenyamanan berbelanja. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidakcocokan pasca pembelian atau merasa tidak nyaman setelah membeli, ketika mereka menemukan kelemahan-kelemahan tertentu dari merek karpet yang mereka beli atau pun kerena mendengar hal-hal bagus mengenai merek karpet yang tidak dibeli. Untuk melawan ketidakcocokan ini, komunikasi purna jual orang pemasaran harus memberikan bukti-bukti dan dukungan yang dapat membantu kosumen menyenangi pilihan merek mereka.
3. Perilaku Membeli karena Kebiasaan
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli karena kebiasaan terjadi dalam kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan antara merek. Contohnya, dalam pembelian bumbu dapur garam. Konsumen akan sedikit sekali terlibat dalam kategori produk tersebut pada saat melakukan keputusan pembelian, pada umumnya mereka mengambil begitu saja tanpa memperhatikan merek apa yang diambil. Jika pada kenyataannya mereka masih mengkonsumsi barang yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan dari pada loyalitas konsumen terhadap suatu merek tertentu.
4. Perilaku Membeli yang Mencari Variasi
Merupakan model perilaku pembelian dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Pelanggan menerapkan perilaku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti. Dalam kasus semacam ini konsumen seringkali mengganti merek. Contohnya, ketika seorang konsumen akan membeli sepotong roti. Seorang konsumen mungkin mempunyai beberapa keyakinan memilih merek roti tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek roti tersebut setelah mengkonsumsinya. Tetapi untuk waktu pembelian berikutnya konsumen mungkin akan mengambil merek lain, dengan beberapa alasan: agar tidak bosan, atau sekedar ingin mencoba sesuatu yang berbeda. Dalam hal ini pengantian merek terjadi untuk tujuan mendapatkan variasi bukan untuk mendapatkan kepuasan.
Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:
 Pengenalan masalah (problem recognition).
Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.
Pencarian informasi (information source ).
Setelahmemahami masalah yang ada, konsumen akan ter motivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi . Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal ).
Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation ).

Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Keputusan pembelian ( purchase decision).
Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian  Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.



5. Evaluasi pasca-pembelian (post-purchase evaluation )
Merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen.  Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.

Pendekatan Dalam Meneliti Perilaku Konsumen

Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya. Pendekatan ke dua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perilaku dan pembuatan keputusan konsumen.
Studi dilakukan melalui eksperimen dan survei untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh  lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen. Pendekatan ke tiga disebut sebagai sains pemasaran yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika . Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan hierarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow (Teori hierarki kebutuhan Maslow ) untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi, yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis. Ketiga pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.

Aplikasi Perilaku Konsumen Dalam Bisnis

Pemahaman mengenai perilaku konsumen sangatlah penting dalam pemasaran. Menurut Engel, et al. (1994), perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini.

 Terdapat dua elemen penting dari arti perilaku konsumen, yaitu:
proses pengambilan keputusan,
kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa ekonomis (Swastha, 1990).
Pemahaman akan perilaku konsumen cerdas dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Ke dua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik. Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran , pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut. Aplikasi ke tiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing ), yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif.Dan juga dapat memberikan gambaran kepada para pemasar dalam pembuatan produk,pnyesuaian harga produk,mutu produk,kemasan dan sebagainya agar dalam penjualn produknya tidak menimbulkan kekecewaan pada pemasar tersebut.