Friday, April 1, 2016

SOFTSKILL BAHASA INDONESIA


 Sebagai makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai kemampuan untuk mengetahui diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi kendala dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Karenanya tidak salah jika Tuhan menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi, melalui penciptaan kebudayaan. Proses penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia di mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan manusia untuk berfikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan yang sama dengan manusia dalam hal berfikir, tetapi makhluk yang terakhir hanya dapat berfikir dengan kemampuan terbatas pada instink dan demi kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan hewan, manusia dapat kesadaran manusia dalam proses berfikir melampaui diri dan kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan kebudayaan dan peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat dilakukan oleh makhluk Tuhan yang lain.
Dalam membahas pengetahuan ilmiah, kegiatan berfikir belum dapat dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang disebut sebagai pola fikir. Berfikir dengan mendasarkan pada kerangka fikir tertentu inilah yang disebut sebagai penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah . Dengan demikian tidak semua kegiatan berfikir dapat dikategorikan sebagai kegiatan berfikir ilmiah, dan begitu pula kegiatan penalaran atau suatu berfikir ilmiah tidak sama dengan berfikir. Ketika anak batitanya mengambil sebuah pisau, seorang ibu langsung berusaha untuk mengambil sebilah pisau dari si anak, karena sang Ibu berfikir pisau dapat membahayakan si anak. Kegiatan berfikir sang ibu belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan ilmiah karena ibu hanya mengira-ngira atau mempergunakan perasaan dalam kegiatan berfikirnya. Berbeda dengan seorang mahasiswa psikologi yang dengan sengaja memberikan sebilah pisau kepada anak batita dalam rangka untuk mengetahui bagaimana sistem reflek si batita dalam mempergunakan pisau. Mahasiswa memiliki alasan yang jelas yakni ingin mendapatkan pengetahuan tentang kemampuan seorang anak kecil, sehingga memungkinkan kegiatannya disebut berfikir ilmiah. Lalu apa saja yang memungkinkan kegiatan mahasiswa psikologi disebut sebagai berfikir ilmiah?
Pertama, perlu dipahami bahwa kegiatan penalaran adalah proses berfikir yang membuahkan sebuah pengetahuan. Selain itu, melalui proses penalaran atau berfikir ilmiah berusaha mendapatkan sebuah kebenaran. Untuk mendapatkan sebuah kebenaran, kegiatan penalaran harus memehuni dua persyaratan penting, yakni logis dan analitis.
Syarat pertama adalah logis, dengan kata lain kegiatan berfikir ilmiah harus mengikuti suatu aturan atau memenuhi pola pikir (logika) tertentu. Kegiatan penalaran yang digunakan si mahasiswa disebut logis karena ia memehuni suatu pola fikir induktifis atau pola fikir dengan menggunakan observasi individual untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih general, dengan cara mengamati refleks si batita ketika diberikan sebilah pisau. Syarat kedua bagi kegiatan penalaran adalah analitis, atau melibatkan suatu analisa dengan menggunakan pola fikir (logika) tersebut di atas . Ini berarti, jika si mahasiswa psikologi hanya melihat si anak saat diberikan sebilah pisau tanpa melakukan analisa apa yang terjadi setelah itu dan tidak menggunakan pola fikir induktifisme dalam analisanya, maka kegiatannya itu belum dapat disebut sebagai sebuah penalaran atau kegiatan berfikir ilmiah.
Dari penjelasan dan contoh di atas, dapatlah diketahui bahwa dalam proses berfikir kita sehari-hari, kita dapat membedakan berfikir ilmiah dari kegiatan yang lain, yaitu berfikir non-ilmiah. Pada penjelasan lebih lanjut, para filosof atau para pemikir menyimpulkan bahwa kegiatan berfikir ilmiah didapatkan melalui  rasio dan indera (juga pengalaman) manusia sehari-hari.
Penjelasan terakhir ini akan dibahas pada bahasan tentang sumber pengetahuan. Selain berfikir ilmiah, terdapat dua contoh lain dimana sebuah kegiatan berfikir tidak dapat disebut sebagai penalaran. Keduanya adalah berfikir dengan intuisi dan berfikir berdasarkan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir manusia, yang melibatkan pengalaman langsung dalam mendapatkan suatu pengetahuan. Namun, intuisi tidak memiliki pola fikir tertentu, sehingga ia tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan penalaran. Sebagai misal, seorang Ayah merasa tidak tenang dengan kondisi anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar kota. Tetapi ketika ditanyakan apa sebab yang menjadi dasar ketidaktenangan dirinya, sang Ayah tidak dapat menyebutkannya dan hanya beralasan bahwa perasaannya menyatakan ada yang tidak beres dengan si anak yang ada di luar kota. Setelah menyusul ke tempat anaknya, ternyata si anak sedang sakit parah. Meskipun proses berfikir sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi tidak bisa disebut berfikir ilmiah, karena tidak memenuhi suatu logika tertentu dan terlebih lagi tidak terdapat proses analitis terdapat peristiwa ini.
Selain berfikir intuitif, pengetahuan melalui wahyu juga tidak bisa memenuhi kegiatan penalaran. Alih-alih menggunakan pola fikir (logika) tertentu dan analisa terhadapnya, wahyu justru mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan bukan pada hasil aktif manusia. Dengan kata lain, melalui wahyu, akal manusia bersifat pasif dan hanya menerima sebuah kebenaran yang sudah ada ( taken for granted ) dengan keyakinannya.
Sampai pada poin ini, perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah memiliki perbedaan dalam dua faktor mendasar, yakni:
Sumber pengetahuan, b erfikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia.
Ukuran kebenaran , berfikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan semata.
Uraian mengenai hakikat berfikir ilmiah atau kegiatan penalaran memperlihatkan bahwa pada dasarnya, kegiatan berfikir adalah proses dasariah dari pengetahuan manusia. Darinya, kita membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan non- ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang berfikir ilmiah belum dapat disebut benar atau sahih sebelum kita melakukan penyimpulan terhapat proses berfikir kita. Karena pengetahuan sesungguhnya terdiri atas kesimpulan-kesimpulan dari proses berfikir kita. Dengan kata lain, suatu pengetahuan ilmiah disebut sahih ketika kita melakukan penyimpulan dengan benar pula.

Kegiatan penyimpulan inilah yang disebut logika. Dengan demikian kita sudah mendapati hubungan antara syarat berfikir ilmiah dengan kegiatan penyimpulan. Keduanya sama-sama memenuhi suatu pola pikir tertentu yang kita sebut logika. Dilihat dari kegiatan penyimpulannya, logika terbagi menjadi dua bentuk, yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika Induktif
Kegiatan penarikan kesimpulan melalui l ogika ini dimulai dari kasus yang khusus/khas/individual untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih umum/general/fundamental. Kita tahu bahwa gajah memiliki mata, kambing juga memiliki mata, dan demikian pula lalat memiliki mata. Dengan demikian kita dapat menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki mata. Logika induktif memiliki berbagai guna bagi kegiatan berfikir ilmiah kita, antara lain:
Bersifat ekonomis bagi kehidupan praksis manusia. Dengan logika induktif kita dapat melakukan generalisasi ketika kita mengetahui/menemui peristiwa yang sifatnya khas/ khusus.
Logika Induktif menjadi perantara bagi proses berfikir ilmiah selanjutnya. Ia merupakan fase pertama dari sebuah pengetahuan, yang selanjutnya dapat diteruskan untuk mengetahui generalisasi yang lebih fundamental lagi.
Misalnya ketika kita mendapatkan kesimpulan semua hewan memiliki mata lalu kita masukkan manusia ke dalam kelompok ini, bisa saja kita menyimpulkan makhluk hidup memiliki mata
 Logika Deduktif
Logika Deduktif adalah kegiatan penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan yang umum untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih khusus. Pada umumnya, logika deduktif didapatkan melaluimetode Sillogisme yang dicetuskan oleh Filosof Klasik, Aristoteles. Silogisme terdiri dari premis mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya.
Penarikan kesimpulan melalui logika Deduktif berguna dalam kegiatan ilmiah, antara lain:
Melalui logika deduktif didapatkan konsistensi suatu pernyataan. Ketepatan menempatkan premis mayor dan minor berguna untuk mendapatkan kesimpulan yang bersesuaian dengan kedua premis tersebut. Manfaat ini tidak hanya dapat digunakan dalam kegiatan ilmiah kita, tetapi juga bermanfaat bagi kehidupan praksis sehari-hari kita.
Silogisme, atau penarikan kesimpulan dengan deduksi berguna untuk mendukung pernyataan fundamental/general. Melalui silogisme kita mendapatkan berbagai varian kesimpulan yang mendukung penyataan fundamental tanpa harus melakukan pengamatan secara langsung.


Sebagai contoh, kita tidak perlu meneliti langsung ke Planet Yupiter untuk mengetahui hukum revolusi dan rotasi sebuah planet, tetapi dicukupkan dengan mengambil kesimpulan secara deduktif dari penyataan bahwa semua planet mengalami perputaran terhadap matahari ataupun pada dirinya sendiri. Demikianlah pembahasan tentang hakikat berfikir ilmiah yang menjadi dasar pemahaman dan praksis dalam melaksanakan kegiatan ilmiah kita.

2.  Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah. Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam diskusi, seminar, loka karya, dan penulisan karyailmiah.
Teori dinyatakan pula sebagai alat dari ilmu [tool ofscience], sedangkan peranya meliputi :
 Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terrhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disitematisasi, diklasifikasi dan dihubung- hubungkan.
 Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan system generalisasi
Teori memberikan prediksi terhadap faktaTeori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita
Hubungan fakta dan teori dapat divisualisasikan sebagai berikut :
Teori memprediksi fakta : Penyingkatan fakta-fakta yang dilakukan oleh teori akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Dengan adanya uniformitas maka dapat dibuat prediksi (ramalan) terhadap fakta-fakta yang akan datang dengan kata lain bahwa sebuah fakta baru akan lahir berdasarkan pengamatan fenomena- fenomena sekarang atau saat ini. Beberapa sikap ilmiah yang perlu dikembangkan ketika mengerjakan suatu karya ilmiah, yaitu:
Sikap ingin tahu. Sikap ingin tahu dapat dilihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya. Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsur- unsurnya? Dan seterusnya.




 Sikap kritis dan bertanggung jawab atas suatu keputusan. Sikap ini dapat dilihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
 Sikap terbuka. Sikap terbuka dapat dilihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain. Walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai dengan pendapat pribadinya.
 Sikap objektif. Sikap objektif dapat dilihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya(jujur), tanpa diikuti perasaan pribadi.
 Sikap pengevaluasian diri, yaitu sikap di mana kita bisa mengakui kekuatan dan kelemahan data hasil penelitian atau percobaan yang telah dilakukan sehingga dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.
 Sikap rela menghargai karya orang lain. Sikap menghargai karya orang lain ini dapat dilihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
 Sikap berani mempertahankan kebenaran. Sikap keberanian ini dapat diketahui ketika ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
 Sikap menjangkau ke depan. Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.
 Sikap teliti. Teliti dalam pengambilan data, terutama data kuantitatif, dan tekun dalam melakukan penelitian artinya tidak mudah putus asa.
 Sikap peduli. Kepedulian terhadap lingkungan alam, sosial, dan budaya. Yaitu, dengan cara berusaha untuk memberikan pemikiran tentang pelestarian dan keindahan lingkungan alam, serta kebersihan lingkungan.
 Sikap mampu mengenali fakta dan opini sehingga dapat membedakan data dan informasi secara benar dan tepat.
Menurut Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa: Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain kecendrungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah.


Beberapa sikap ilmiah dikemukakan oleh Mukayat Brotowidjoyo (1985 :31-34) yang biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah, antaralain :
 Sikap ingin tahu: apabila menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya, maka ia beruasaha mengetahuinya, senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiea, kebiasaan menggunakan alat indera  sebanyak mungkin untuk menyelidiki suatu masalah, memperlihatkan gairah dan kesungguhan dalam menyelesaikan eksprimen.
 Sikap kritis : Tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti-bukti pada waktu menarik kesimpulan, tidak merasa paling benar yang harus diikuti oleh orang lain, bersedia mengubah pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
 Sikap obyektif : Melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai subjek.
 Sikap ingin menemukan :  Selalu memberikan saran-saran untuk eksprimen baru; kebiasaan menggunakan eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan konstruktif; selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya.
 Sikap menghargai karya orang lain, Tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh orang atau bangsa lain.
 Sikap tekun : Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang hasilnya meragukan tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai, terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti.
 Sikap terbuka : Bersedia mendengarkan argument orang lain sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya.buka menerima kritikan dan respon negatif terhadap pendapatnya.
Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah. Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental. Tekun. Suka pada sesuatu yang baru. Mudah mengubah pendapat atau opini. Loyal etrhadap kebenaran. Objektif Enggan mempercayai takhyul. Menyukai penjelasan ilmiah. Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya. Tidak tergesa-gesa engambil keputusan. Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi. Menyadari perlunya asumsi. Pendapatnya bersifat fundamental. Menghargai struktur teoritis Menghargai kuantifikasi dapat menerima penegrtian keboleh jadian dan, dapat menerima pengertian generalisasi.







Karangan adalah kegiatan menulis usulan-usulan yang benar berupa pernyataan-pernyataan tentang fakta, kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta dan merupakan pengetahuan. Terdapat tiga  jenis karangan, yaitu ilmiah, non ilmiah dan semi ilmiah/populer. Dalam penulisan ini akan dijabarkan mengenai perbedaan masing-masing jenis karangan tersebut.
Pengertian Karangan Ilmiah
Karya Ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain.
Adapun karangan saat ini yang dapat digolongkan menjadi ke dalam karangan ilmiah antara lain:
Makalah
karya tulis yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti karangan).
Laporan
makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya disajika dalam lokakarya.
Skripsi
karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar pendapat orang lain. Tesis karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi.  Disertasi karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasar data dan fakta yang sahih dengan analisi yang terinci.
Pengertian Karangan Non Ilmiah
Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).




Saat ini terdapat beberapa contoh mengenai karangan ilmiah yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai berikut:
Dongeng
Merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan mahluk lainnya.
Cerpen
Suatu bentuk naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang.
Novel
Sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam bentuk cerita.
Drama
Adalah suatu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor.
Roman
Adalah sejenis karya sastra dalam bentuk prosa atau gancaran yang isinya melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing.
Pengertian Karangan Semi Ilmiah Semi Ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis- analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah.
Kesimpulan Perbedaan Karangan Ilmiah dengan Karangan Semi Ilmiah Bahasa dalam karangan ilmiah menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi. Ciri-ciri ragam resmi yaitu menerapkan kesantunan ejaan (EYD/Ejaan Yang Disempurnakan), kesantunan diksi, kesantunan kalimat, kesantunan paragraph, menggunakan kata ganti pertama penulis, bukan saya, aku, kami atau kita, memakai kata baku atau istilah ilmiah, bukan popular, menggunakan makna denotasi, bukan konotasi, menghindarkan pemakaian unsur bahasa kedaerahan, dan mengikuti konvensi penulisan karangan ilmiah. Terdapat tiga bagian dalam konvensi penulisan karangan ilmiah, yaitu bagian awal karangan (preliminaries), bagian isi (main body), dan bagian akhir karangan (reference matter). Berbeda dengan karangan ilmiah, bahasa dalam karangan semi ilmiah/ilmiah popular dan nonilmiah melonggarkan aturan, seperti menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dan figurative, menggunakan istilah-istilah yang umum atau popular yang dipahami oleh semua kalangan, dan menggunakan kalimat yang kurang efektif seperti pada karya sastra.


Kesimpulan Perbedaan Karangan Ilmiah dengan Karangan Non Ilmiah Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis- menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaantersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek. Karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif) aktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau observasi. Karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis Artinya, dalam pembahasan masalah igunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.

No comments:

Post a Comment