Monday, February 2, 2015

EKSISTENSI PANCASILA YANG TERGERUS ZAMAN

Pancasila lahir sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Artinya adalah bahwa mendirikan sebuah negara hanya semata-mata untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Bahwa tujuan tersebut adalah “kontrak sosial” antara Negara dengan rakyatnya, dan Negara sebagai organisasi yang mengatur, berkewajiban untuk membawa rakyatnya kepada tujuan yang dimaksud, tanpa menghilangkan hak-hak rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena rakyatlah yang memiliki negara, bukan negara yang memiliki rakyat.
Pancasila sebagai landasan ideal bagi bangsa Indonesia dan ditempatkannya teks Pancasila dalam pembukaan UUD 1945, menimbulkan dampak besar dalam seluruh segi kehidupan bangsa Indonesia. Dari sudut pandang yuridis hal ini bisa kita wujudkan dengan sinkronisasi segala bentuk peraturan perundang-undangan di bawah UUD agar maksud dan tujuan Pancasila dapat tercapai melalui bentuk penjabaran norma-norma hukum. Namun, sinkronisasi jiwa Pancasila yang dijabarkan dalam norma-norma hukum itu masih menyimpan banyak persoalan tentang eksistensi Pancasila dalam kehidupan nyata bangsa Indonesia. Sebagai suatu norma kita akui Pancasila haruslah menjadi pedoman bagi segala bentuk penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Bumi Pertiwi ini. Tapi sebagai pandangan hidup adakah Pancasila masih menjadi satu kesatuan jiwa dan cara berpikir bangsa Indonesia?
Nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh globalisasi yang selalu membawa karakter individualistik dan liberal. Kita sebagai bangsa tidak lagi mampu menjadikan Pancasila sebagai benteng untuk menahan arus globalisasi yang membawa dampak kehidupan yang sejatinya bertentangan dengan Pancasila. Persoalan-persoalan bangsa yang tak pernah kunjung selesai adalah bentuk lunturnya Pancasila dari jiwa bangsa Indonesia. Karena semua persoalan itu sejatinya adalah persoalan yang hanya membutuhkan satu solusi saja, yaitu sebuah karakater sebagai identitas bangsa Indonesia. Sebuah karakater yang mampu menghantarkan bangsa ini ke depan gerbang kesejahteraan, dan karakater itu bernama pancasilais.
Kini, sebagai bangsa kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana nilai ekspor kita meningkat, cadangan devisa bertambah, eksploitasi sumber daya alam, dan bagaimana mekanisme memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Tapi kita tidak pernah lagi berpikir untuk bagaimana membumikan Pancasila di hati anak bangsa, sehingga mereka bisa tumbuh sebagai pemegang tongkat estafet sebagai seorang Pancasilais. Perhatian kita tersita oleh persoalan-persoalan teknis yang sejatinya bisa diselesaikan secara mudah asal kita sebagai bangsa punya pendirian. Pancasila kini hanya dijadikan sebagai bacaan wajib dalam setiap upacara, bacaan dan hapalan wajib dalam setiap jenjang pendidikan, tapi kita tidak pernah mewajibkan menerapkan nilai-nilainya.
Negara yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah negara yang mengeluarkan kebijakan bukan berdasarkan kepentingan partai, bangsa asing, pemilik modal atau kelompoknya. Negara pancasilais adalah Negara yang tidak akan mendukung kolonialisme di belahan dunia manapun dan dalam bentuk apapun, Negara yang pancasilais pastilah membangun perekonomian rakyatnya, Negara yang pancasilais adalah Negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, Negara yang pancasilais pastilah memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya yang berpotensi untuk menjadi pemimpin, Negara yang pancasilais pastilah mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi yang mandiri dan bermoral baik, Negara yang pancasilais pastilah mempertahankan budaya masyarakatnya, Negara yang pancasilais pastilah mewujudkan masyarakat yang pancasilais.
Ketika Negara sudah dapat berjalan dengan berpijak diatas pancasila secara baik dan benar, maka efek dominonya adalah terwujudnya sebuah tatanan orang-orang yang pancasilais di negeri ini. Bahwa seorang pancasilais adalah orang yang bisa menghargai antara pemeluk keyakinan, seorang pancasilais adalah orang yang bersaing tanpa harus membuat duka orang lain, seorang pancasilais adalah orang yang tidak mengagung-agungkan kejahatan dan kebejatan, seorang pancasilais adalah orang yang turut merasakan kepedihan ketika saudara sebangsanya merasakan kepedihan, seorang pancasilais adalah orang yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, seorang pancasilais adalah orang yang bekerja dengan gigih mengembangkan seluruh potensinya, seorang pancasilais adalah orang yang kritis terhadap kebijakan Negara yang tidak berpihak kepadanya. Kita tahu bahwa Pancasila adalah sebuah identitas negara Indonesia yang kini sedikit demi sedikit mulai lenyap dimakan waktu. Pancasila adalah Pedoman Negara ini, dimana pedoman untuk mengarahkan negara ini menuju masyarakat yang sejahtera.
Namun bagaimana dengan keeksistensian Pancasila sekarang ini???

“Pada hakekatnya pancasila merupakan suatu alat mempersatu dalam perjuangan kita, perjuangan bangsa yang membawa corak sendiri” Sepenggal kalimat yang diucapkan oleh Soekarno tersebut menggugah kita untuk merenungkan makna akan eksistensi pancasila di masa ini. Pancasila merupakan karya besar anak bangsa. Karya yang bukan diadopsi dari dua ideologi besar saat itu tetapi ideologi besar Pancasila lahir dalam karakternya sendiri, karakter keindonesiaan. Bahkan, Bertrand Russel seorang pemikir besar di masa itu dalam salah satu harian Inggris menyatakan bahwa Pancasila adalah sintesis kreatif dari ideologi dunia.
Pancasila merupakan identitas, falsafah dan pandangan hidup bangsa serta dasar negara ini. Pancasila merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut bangsa ini dari sabang sampai merauke yang diramu secara analisis dan sintesis. Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi negara dan falsafah bangsa harusnya tertanam dalam alam bawah sadar setiap komponen bangsa ini. Dengan tertanamnya kelima sila pancasila dalam alam bawah sadar setiap masyarakat maka nilai-nilai pancasila itu akan terpancar dari setiap perilaku anak bangsa. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah nilai-nilai pancasila itu sudah tertanam dalam alam bawah sadar setiap anak bangsa dan terejawantahkan dalam setiap tindakan, visi, misi maupun tujuannya? Jawabannya adalah tidak.
Pancasila saat ini hanya menjadi jargon dan sekedar dikutip dalam diskursus politik tanpa implementasi. Contoh kecil dari bentuk masyarakat yang tidak menghargai pancasila adalah seperti keadaan di salah satu Sekolah Dasar di Serang, di sana ada bahkan semua kelas yang poster Pancasilanya sudah tidak terurus lagi, ada yang poster Pancasilanya miring, dan bahkan ada juga di salah satu kelas yang tidak memiliki poster pancasila tersebut. Dari contoh itu, dapat disimpulkan bahwa Pancasila sudah tidak ada harganya lagi. Bahkan pada masyarakat umum ada juga yang tidak tahu apa itu Pancasila, banyak juga masyarakat dan bahkan pemerintah yang tidak hafal akan isi dari sila-sila pancasila itu sendiri. Kondisi ini sangatlah  memprihatikan, jika saja masyarakat kita mau menghargai dan melaksanakan isi kandungan yang terdapat dalam pancasila, niscaya negara ini akan menjadi negara yang kokoh yang tak akan mudah untuk dibecah belah.
Ataupun adanya berbagai kasus-kasus besar beberapa tahun lalu dalam masyarakat banyak bermunculan, seperti; banyaknya aliran-aliran sesat yang kemunculannya secara terang-terangan. Banyaknya aliran-aliran sesat diberbagai penjuru Indonesia seperti Inkar Sunnah, Teguh Esha, HMA Bijak Bestari, Jam,iyyatul Islamiyah, Lia Aminuddin (LIA EDEN), “Rasul” Ahmad Moshaddeq, Rasul Sabda Kusuma dari Kudus, Agus Imam Solihin atau Satrio Paningit, Surga Eden Di Cirebon dan Tuhannya Ahmad Tantowi, Aliran Hidup Di Balik Hidup (HDH), Ahmadiyah, Jaringan Islam Liberal (JIL), hingga NII di Sumatera, menjadikan kekawatiran besar di masyarakat akan agama yang disampaikan oleh orang per orang kepada mereka baik yang nmereka ketahui orangnya ataupun tanpa mengetahui orangnya, yang mengakibatkan banyak terjadi kemarahan massa ditempat-tempat diadakannya ajaran sesat karena kelambatan pemerintah dalam menangani kegiatan dari ajaran-ajaran sesat yang sudah mendeklarasikan diri dii dalam masyarakat. Meskipun sekarang ini telah ada LPPI tetapi lembaga ini tidak menjamin akan berhentinya penyebaran aliran-aliran sesat di Indonesia, dikarenakan lembaga ini hanya bersifat memberantas. Sedangkan untuk pencegahan kemunculan-kemunculan aliran sesat kembali tergantung pada kesadaran masyarakat terhadap agamanya masing-masing dengan menanamkan kesadaran pada pancasia sila pertama.

Eksistensi pancasila saat ini tergerus dalam arus globalisasi. Arus globalisasi membawa kita dalam gaya hidup kebarat-baratan yang liberal, rasionalistik dan individual. Kita seakan-akan lupa bahwa pancasila tidak mengajarkan kita sifat individualistik tetapi mengajarkan kita gotong royong. Soekarno menyatakan bahwa jika pancasila diperas dan dikerucutkan menjadi eka sila maka eka sila itu adalah gotong royong. Gotong royong sebagai esensi pancasila dan jati diri kebangsaan harusnya menjelma dalam kehidupan kita dan tidak tergantikan dengan nilai individualisme. Ini tidaklah berarti bahwa pancasila harus ditempatkan sebagai ideologi tertutup karena pancasila oleh pendiri bangsa ini diharapkan menjadi ideologi terbuka. Ideologi yang bisa bergaul dengan perkembangan zaman tetapi juga menjadi filter dari setiap pengaruh perkembangan zaman tersebut. Nilai-nilai individualisme sebagaimana yang tampak dalam liberalisme harusnya disaring dan tidak boleh merusak nilai gotong royong dalam pancasila.
Urgensi untuk menghidupkan kembali pancasila saat ini adalah suatu hal yang tidak dapat ditunda apalagi dinafikkan. Hal ini disebabkan, Pancasila terkesan tidak lagi menjadi dasar dalam penyelenggaraan negara. Bagaimana tidak, para penyelenggara negara memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi, suatu hal yang sangat bertentangan dengan pancasila. Di sisi ekonomi, bangsa ini dibangun dengan ekonomi neo liberal yang jelas bertentangan dengan ayat kelima pancasila, penegakan hukum tidak menjunjung tinggi nilai keadilan sebagaimana yang diamanatkan sila kedua pancasila. Belum lagi penyelewengan pancasila dalam berbagai sektor kehidupan lainnya. Realitas tersebut membawa kita pada satu kesimpulan bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis ideologi baik dalam hal pemahaman maupun implementasi.

Untuk mengatasi krisis pancasila yang terjadi pada bangsa ini maka perlu diambil beberapa langkah oleh segenap bangsa ini, diantaranya:
1. Pemerintah harusnya merancang kurikulum pendidikan yang didasarkan pada keseimbangan antara pemahaman dan implementasi pancasila. Peserta didik tidak boleh hanya diberikan pengetahuan tetapi juga disadarkan tentang betapa pentingnya pancasila bagi bangsa ini. Betapa mulia dan agungnya nilai pancasila tersebut dan memotivasi siswa untuk mengimplementasikan nilai-nilai pancasila tersebut. Pancasila di sekolah harusnya bukan hanya ada dalam text book tetapi juga dalam realitas. Penilaian pun harusnya bukan hanya didasarkan pada kemampuan intelektual tapi implementasi dari nilai di dalamnya.
Penulis meyakini bahwa dengan penanaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila di sekolah akan menyelamatkan bangsa ini dari krisis ideologis, krisis yang membawa kita berkubang dalam lumpur korupsi dan terombang ambing dalam arus globalisasi. Sebagai contoh, masalah korupsi adalah masalah nilai, masalah ketiadaan nilai-nilai pancasila dalam kalbu penyelengara Negara. Jika nilai pancasila dapat ditanamkan maka potensi terjadinya korupsi akan diperkecil.
2. Bangsa ini harus menanamkan nilai pancasila tersebut dari mulai masa kanak-kanak, yang dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Anak-anak gampang menyerap nilai karena memiliki memori otak yang besar dan maksimal di masa itu. Dengan tertanamnya, nilai-nilai tersebut sejak kecil maka mereka akan mengaplikasikannya sejak dini pula sehingga hal ini menjadi kebiasaan dan terefleksi dalam aktivitas mereka seumur hidup.
Penulis sangat mengagumi keberhasilan bangsa Asia Timur seperti Cina, Jepang, Korea Selatan dan Korea Utara yang berhasil merefleksikan nilai ideologi dalam setiap aktivitas mereka. Salah satu faktor yang melatar belakangi hal tersebut adalah penanaman nilai-nilai ideologi sejak dini. Penulis meyakini bahwa jika pancasila mampu ditanamkan sejak dini maka nilai-nilai pancasila juga akan terefleksi dalam kehidupan masyarakat bangsa ini.
3. Di sisi lain media di Indonesia dapat berkontribusi dengan menampilkan lagu-lagu kebangsaan yang dapat membangkitkan semangat kita untuk mengimplementasikan pancasila. Dengan penampilan lagu-lagu dengan semangat kebangsaan tersebut maka kita akan menyadari bahwa pancasila saat ini sedang mengalami penurunan karena sangat jarang dibicarakan dan diimplementasikan. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus maka nilai-nilai pancasila akan tersimpan dalam alam bawah sadar dan tercermin bahkan dalam respons reflex sekalipun.
Peran media dalam mengembangkan nilai-nilai ideologi tidak dapat dielakkan. Sebagai contoh, Amerika menanamkan nila-nilai ideologi melalui berbagai film perang yang menunjukan keagungan nilai-nilai ideologinya. Penulis berharap agar media di Indonesia dapat menanamkan dan mendesiminasi nilai-nilai pancasila. Peran media ini perlu agar nantinya lagu-lagu kebangsaan yang mengandung nilai ideologi tidak tereliminasi oleh lagu-lagu modern.
4. Adapun akademisi dapat menghidupkan pancasila melalui seminar, diskusi maupun kegiatan keilmuan lainnya. Penggalian makna akan nilai pancasila sangat penting dalam mendukung implementasi pancasila ke depan. Adanya diskusi keilmuan tersebut dapat pula dipandang sebagai kegiatan untuk menjaga kemurnian pancasila agar nantinya tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu untuk kepentingannya. Monopoli tafsiran pancasila untuk kepentingan penguasa pernah terjadi pada masa orde baru. Kegiatan ini juga penting untuk mengfungsikan pancasila sebagai ideologi terbuka, ideologi yang dapat bergaul dengan perkembangan zaman tetapi juga menjadi filter dalam perkembangan tersebut.

Di akhir tulisan ini, penulis mengajak semua komponen bangsa ini untuk memgimplementasikan pancasila dalam kehidupan bangsa ini. Implementasi pancasila dalam kondisi kekinian dapat dipandang sebagai upaya nyata dalam menyelamatkan negara ini. Terutama di kalangan kaula muda yang seperti saya ini lebih banyak memahami berbagai gadget dibandingkan dengan memahami atas nilai-nilai yang terkandung dalam paancasila. Agar bisa menyelamatkan bangsa dari krisis nilai, krisis yang menyebabkan kita kehilangan pegangan dalam kehidupan bernegara sebagai masa depan bangsa.


No comments:

Post a Comment