Sunday, November 13, 2016

Softskill BAB 5

NAMA KELOMPOK:
FANY FEBRIYANTI (13213211)
FUSI WINDI HAQIMA (13213604)
NOVICA RATNASARI (16213550)
SYFA DEWI AMALIA (18213755)
MATA KULIAH: ETIKA BISNIS
BAB V
Jenis pasar, latar belakang monopoli, etika dalam pasar kompetitif
Pengertian Pasar Persaingan Sempurna, Monopoli dan Oligopoli
Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna adalah suatu struktur pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli dimana masing-masing tidak dapat mempengaruhi keadaan pasar.
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
Jumlah pembeli dan penjual banyak, sehingga masing-masing pembeli dan penjual secara sendiri-sendiri tidak mampu mempengaruhi harga pasar.
Harga ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran dan tidak dapat diubah.
Setiap penjual dan pembeli sebagai pengambil harga (price taker).
Setiap perusahaan menghasilkan barang yang sama (Homogenous) menurut pandangan konsumen.
Setiap perusahaan bebas keluar masuk pasar (free entry and exit).
Sumber produksi bebas bergerak ke manapun.
Pembeli dan penjual mempunyai pengetahuan yang sempurna terhadap pasar (perfect knowledge).
Pasar Monopoli
Semua bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, dinamakan bentuk pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition) yang mempunyai berbagai bentuk : monopoli-monopsoni, duopoli-duopsoni, oligopoli-oligopsoni, dan persaingan monopolistik.
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu penjual saja (penjual tunggal) bebas menentukan harga.
 Penjual sebagai penentu harga (price setter) dan pembeli sebagai price taker.

Faktor-faktor penyebab terbentuknya pasar monopoli :
Teknologi tinggi
Modal tinggi
Peraturan pemerintah / undang – undang
Produk sangat spesifik
Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk pasar yang di dalamnya hanya ada beberapa penjual.
Masing-masing penjual mempunyai pengaruh atas harga-harga barang yang dijual, tetapi tidak sebesar pengaruh penjual monopolis.
Ada saling ketergantungan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain
Untuk menguasai harga dan konsumen adalah menggunakan merek-merek dagang tertentu (differentiated product), dengan mutu dan rasa agak sedikit berbeda
Perusahaan oligopolis bersedia bekerjasama dengan saingannya menjalankan kebijakan harga dan output untuk memperoleh laba maksimal secara bersama-sama membentuk Kartel

Monopoli dan Dimensi Etika Bisnis
Dari sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang baik dalam mencapai nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi tidak mampu mencapai ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna
Etika di dalam Pasar Kompetitif
Pertama, dalam sebuah sempurna pasar yang kompetitif, pembeli dan penjual bebas untuk memasuki atau meninggalkan pasar sebagai mereka pilih. Artinya, individu tidak dipaksa atau dilarang untuk berkecimpung dalam bisnis tertentu, asalkan mereka memiliki keahlian dan sumber daya keuangan yang diperlukan.

Kedua, di sempurna pasar bebas yang kompetitif, semua bursa sepenuhnya sukarela. Artinya, peserta tidak dipaksa untuk membeli atau menjual apapun selain dari apa yang mereka secara bebas dan sadar persetujuan untuk membeli atau menjual.
Ketiga, tidak ada penjual tunggal atau pembeli sehingga akan mendominasi pasar yang ia mampu memaksa orang lain untuk menerima syaratnya atau pergi tanpa. Di pasar ini, kekuatan industri adalah desentralisasi antara perusahaan banyak sehingga harga dan kuantitas tidak tergantung pada kehendak satu atau beberapa usaha. Singkatnya, sempurna pasar bebas kompetitif mewujudkan hak negatif dari kebebasan dari paksaan.
Dengan demikian, mereka sempurna moral dalam tiga hal penting yaitu :
1. Setiap terus menerus menetapkan bentuk kapitalis keadilan.
2. Bersama-sama mereka memaksimalkan utilitas dalam bentuk efisiensi pasar.
3. Masing-masing hal-hal penting hak-hak negatif tertentu dari pembeli dan penjual.
Tidak ada penjual tunggal atau pembeli dapat mendominasi pasar yang lain dan memaksa untuk menerima syaratnya. Jadi, kebebasan kesempatan, persetujuan, dan kebebasan dari paksaan semua dipertahankan dalam sistem ini.

Kompetisi pada Pasar Ekonomi Global
Pasar global merupakan pasar berskala dunia yang terbuka bagi seluruh pelaku usaha. Pasar global mengalami perkembangan yang pesat belakangan ini karena beberapa faktor yaitu adanya beberapa negara industri yang mampu menghasilkan produk berkualitas dengan harga murah, misalnya China dan Taiwan.
Adanya kompetisi global, memberikan dorongan pada usaha-usaha di Indonesia untuk tetap eksis di tengah persaingan dunia. Faktor-faktor yang sebenarnya dapat menjadi daya, atau kemampuan, bagi Indonesia untuk bersaing dalam kompetisi pasar global, antara lain faktor sumber daya manusia dan faktor produktivitas dan efisiensi.

Sumber:
https://seftikamulyawati.wordpress.com/2016/01/22/jenis-pasar-latar-belakang-monopoli-etika-dalam-pasar-kompetitif/

Softskill BAB 5

NAMA KELOMPOK:
FANY FEBRIYANTI (13213211)
FUSI WINDI HAQIMA (13213604)
NOVICA RATNASARI (16213550)
SYFA DEWI AMALIA (18213755)
MATA KULIAH: ETIKA BISNIS
BAB V
Jenis pasar, latar belakang monopoli, etika dalam pasar kompetitif
Pengertian Pasar Persaingan Sempurna, Monopoli dan Oligopoli
Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna adalah suatu struktur pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli dimana masing-masing tidak dapat mempengaruhi keadaan pasar.
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
Jumlah pembeli dan penjual banyak, sehingga masing-masing pembeli dan penjual secara sendiri-sendiri tidak mampu mempengaruhi harga pasar.
Harga ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran dan tidak dapat diubah.
Setiap penjual dan pembeli sebagai pengambil harga (price taker).
Setiap perusahaan menghasilkan barang yang sama (Homogenous) menurut pandangan konsumen.
Setiap perusahaan bebas keluar masuk pasar (free entry and exit).
Sumber produksi bebas bergerak ke manapun.
Pembeli dan penjual mempunyai pengetahuan yang sempurna terhadap pasar (perfect knowledge).
Pasar Monopoli
Semua bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, dinamakan bentuk pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition) yang mempunyai berbagai bentuk : monopoli-monopsoni, duopoli-duopsoni, oligopoli-oligopsoni, dan persaingan monopolistik.
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu penjual saja (penjual tunggal) bebas menentukan harga.
 Penjual sebagai penentu harga (price setter) dan pembeli sebagai price taker.

Faktor-faktor penyebab terbentuknya pasar monopoli :
Teknologi tinggi
Modal tinggi
Peraturan pemerintah / undang – undang
Produk sangat spesifik
Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk pasar yang di dalamnya hanya ada beberapa penjual.
Masing-masing penjual mempunyai pengaruh atas harga-harga barang yang dijual, tetapi tidak sebesar pengaruh penjual monopolis.
Ada saling ketergantungan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain
Untuk menguasai harga dan konsumen adalah menggunakan merek-merek dagang tertentu (differentiated product), dengan mutu dan rasa agak sedikit berbeda
Perusahaan oligopolis bersedia bekerjasama dengan saingannya menjalankan kebijakan harga dan output untuk memperoleh laba maksimal secara bersama-sama membentuk Kartel

Monopoli dan Dimensi Etika Bisnis
Dari sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang baik dalam mencapai nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi tidak mampu mencapai ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna
Etika di dalam Pasar Kompetitif
Pertama, dalam sebuah sempurna pasar yang kompetitif, pembeli dan penjual bebas untuk memasuki atau meninggalkan pasar sebagai mereka pilih. Artinya, individu tidak dipaksa atau dilarang untuk berkecimpung dalam bisnis tertentu, asalkan mereka memiliki keahlian dan sumber daya keuangan yang diperlukan.

Kedua, di sempurna pasar bebas yang kompetitif, semua bursa sepenuhnya sukarela. Artinya, peserta tidak dipaksa untuk membeli atau menjual apapun selain dari apa yang mereka secara bebas dan sadar persetujuan untuk membeli atau menjual.
Ketiga, tidak ada penjual tunggal atau pembeli sehingga akan mendominasi pasar yang ia mampu memaksa orang lain untuk menerima syaratnya atau pergi tanpa. Di pasar ini, kekuatan industri adalah desentralisasi antara perusahaan banyak sehingga harga dan kuantitas tidak tergantung pada kehendak satu atau beberapa usaha. Singkatnya, sempurna pasar bebas kompetitif mewujudkan hak negatif dari kebebasan dari paksaan.
Dengan demikian, mereka sempurna moral dalam tiga hal penting yaitu :
1. Setiap terus menerus menetapkan bentuk kapitalis keadilan.
2. Bersama-sama mereka memaksimalkan utilitas dalam bentuk efisiensi pasar.
3. Masing-masing hal-hal penting hak-hak negatif tertentu dari pembeli dan penjual.
Tidak ada penjual tunggal atau pembeli dapat mendominasi pasar yang lain dan memaksa untuk menerima syaratnya. Jadi, kebebasan kesempatan, persetujuan, dan kebebasan dari paksaan semua dipertahankan dalam sistem ini.

Kompetisi pada Pasar Ekonomi Global
Pasar global merupakan pasar berskala dunia yang terbuka bagi seluruh pelaku usaha. Pasar global mengalami perkembangan yang pesat belakangan ini karena beberapa faktor yaitu adanya beberapa negara industri yang mampu menghasilkan produk berkualitas dengan harga murah, misalnya China dan Taiwan.
Adanya kompetisi global, memberikan dorongan pada usaha-usaha di Indonesia untuk tetap eksis di tengah persaingan dunia. Faktor-faktor yang sebenarnya dapat menjadi daya, atau kemampuan, bagi Indonesia untuk bersaing dalam kompetisi pasar global, antara lain faktor sumber daya manusia dan faktor produktivitas dan efisiensi.

Sumber:
https://seftikamulyawati.wordpress.com/2016/01/22/jenis-pasar-latar-belakang-monopoli-etika-dalam-pasar-kompetitif/

Softskill Bab 4


NAMA KELOMPOK:
FANY FEBRIYANTI (13213211)
FUSI WINDI HAQIMA (13213604)
NOVICA RATNASARI (16213550)
SYFA DEWI AMALIA (18213755)
MATA KULIAH: ETIKA BISNIS

BAB IV
NORMA DAN ETIKA DALAM PEMASARAN, PRODUKSI , MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DAN FINANSIAL
Pasar dan  Perlindungan Konsumen
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen , keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317) . Dalam teori, konsumen yang menginginkan informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumers union, yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata lain, mekanisme pasar perlu menciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang diinginkan konsumen.( Velazquez,2005: 319).
Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi kepentingannya ataupun produsen yang melindungi kepentingan konsumen, sejumlah teori berbeda tentang tugas etis produsen telah dikembangkan , masing- masing menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka sendiri dengan kewajiban produsen pada konsumen meliputi pandangan kontrak, pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial.
Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap konsumen
Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis terhadap konsumen, hubungan antara perusahaan dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat konsumen membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela menyetujui “ kontrak penjualan” dengan perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut. Karena telah sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai dengan karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada konsumen didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama: kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, dan kewajiban untuk memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi, dan menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh . Dengan bertindak sesuai kewajiban-kewajiban  tersebut,perusahaan berartim menghormati hak konsumen untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat atau dengan kata lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005: 321-323). Meskipun demikian, teori kontraktual mempunyai kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta bahwa sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen dengan sukarela setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas- kualitas tertentu , maka dia bisa setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut. Atau dengan kata lain, kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban kontrak dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki, aman dan sebagainya.
Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika konsumen memiliki banyak kesempatan untuk memeriksa produk, beserta pernyataan penolakan jaminan dan dengan sukarela menyetujuinya, maka diasumsikan bertanggungjawab atas cacat atau kerusakan yang disebutkan dalam pernyataan penolakan, serta semua karusakan yang mungkin terlewati saat memeriksanya. Ketiga, asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan. Kedua belah pihak harus mengetahui apa yang mereka lakukan dan tidak ada yang memaksa . Kenyataanya, pembeli dan penjual tidak sejajar/ setara seperti yang diasumsikan .Seorang konsumen yang harus membeli ratusan jenis komoditas tidak bisa berharap mengetahui segala sesuatu tentang semua produk tersebut seperti produsen yang khusus memproduksi produk. Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun waktu untuk memperoleh dan memproses informasi untuk dipakai sebagai dasar membuat keputusan.
Teori Due care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan terhadap konsumen didasarkan pada gagasan bahwa pembeli dan konsumen tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan  terhadap tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki konsumen. Karena produsen berada dalam posisi yang lebih menguntungkan, mereka berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan –kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan. Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen harus bergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk memberikan produk yang sesuai klaim yang dibuatnya, namun juga wajib berhati-hati untuk mencegah agar orang lain tidak terluka oleh produk tersebut sekalipun perusahaan secara eksplisit menolak pertanggungjawaban ini bila mereka gagal memberikan perhatian yang seharusnya bisa dilakukan dan perlu dilakukan untuk mencegah agar oranglain tidak dirugikan oleh penggunaan suatu produk(Velazquez,2005: 330) . Adapun    kelemahan yang didapat dari teori ini adalah tidak adanya metode yang jelas untuk menentukan kapan seseorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai. Kemudian, asumsi bahwa produsen mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam penggunaan sebuah produk sebelum konsumen membeli dan menggunakannya. Pada kenyataannya ,dalam masyarakat dengan inovasi teknologi yang tinggi, produk-produk baru yang kerusakannya tidak bisa dideteksi sebelum dipakai selama beberapa tahun dan akan terus disalurkan ke pasar. Ketiga, teori ini terlihat paternalistik , yang menggambarkan bahwa produsen adalah pihak yang mengambil keputusan –keputusan penting bagi konsumen , setidaknya dalm kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima konsumen. (Velazquez,2005: 334).
Pandangan teori biaya sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab atas semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami konsumen dalam memakai poroduk tersebut. Teori ini merupakan versi yang paling ekstrem dari semboyan “ caveat venditor” (hendaknya si penjual berhati- hati). Walaupun teori ini menguntungkan untuk konsumen, rupanya sulit mempertahankannya juga. Kritik yang dapat diungkapkannya sebagai berikut:
Teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap orang bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau tidak bisa dihindarkan
Membawa kerugian ekonomis, bila teori ini dipraktekkan , maka produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap kerugian dan biaya asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi oleh banyak perusahaan. (Bertens, 2000: 238-239).
Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen, yaitu ;
Kualitas produk
Dengan kualitas produk disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau informasi lainnya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas , karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya produk yang tidak kadaluwarsa( bila ada batas waktu seperti obat-obatan atau makanan). (Bertens, 2000: 240)
Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua. Mulai dari zaman Aristoteles dan pemikirannya sampai abad pertengahan. Di zaman modern , struktur ekonomi tentu menjadi lebih kompleks. Karena itu, masalah harga pun menjadi suatu kenyataan ekonomis sangat kompleks yang ditentukan oleh banyak faktor sekaligus, namun masalah ini tetap diakui mempunyai implikasi etis yang penting. Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya pasar . Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan oleh tawar- menawar sebagaimana dilakukan di pasar tradisional, dimana si pembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia pasang. Transaksi terjadi, bila maksimum dan minimum itu bertemu. Dalam hal ini mereka tentu dipengaruhi oleh para pembeli dan penjual lain di pasar dan harga yang mau mereka bayar atau pasang . Jika penjual lain menawarkan barangnya dengan harga lebih murah, tentu saja para pembeli akan pindah ke tempat itu. Harga bisa dianggap adil karena disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya (Bertens, 2000: 242)
Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk, terutama di era toko swalayan sekarang. Pengemasan dan label dapat menimbulkan juga masalah etis. Tuntutan etis yang pertama ialah informasi yang disebut pada kemasan benar . Kemudian tuntutan lain yang diperoleh dari pengemasan ini adalah tidak boleh menyesatkan konsumen. (Bertens, 2000: 245-246)
Etika Dalam Periklanan
Secara sederhana, etika adalah suatu suatu cabang ilmu filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral.
Etika berisi prinsip-prinsip moralitas dasar yang akan mengarahkan perilaku manusia
Definisi iklan:
Pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat
Definisi periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, penyampaian dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran
(Dikutip dari: Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3, 2007)
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern : media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda.
Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan.
Privasi Konsumen
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.
Etika Produksi
Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang.
Pentingnya Etika Produksi
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
Etika manajemen sumber daya manusia
‘Manajemen SDM’ menempati ruang kegiatan seleksi rekrutmen, orientasi, penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan, hubungan industrial dan kesehatan dan isu keamanan di mana etika benar-benar penting. Bidang sejak beroperasi dikelilingi oleh kepentingan pasar yang commodify dan instrumentalize segalanya demi keuntungan diklaim atas nama pemegang saham, harus diprediksi bahwa akan ada klaim peserta etik SDM ditebak,. Etika manajemen sumber daya manusia sebuah dataran diperebutkan seperti lainnya sub-bidang etika bisnis. Ahli etika bisnis berbeda dalam orientasi mereka terhadap etika kerja. Satu kelompok ahli etika dipengaruhi oleh logika neoliberalisme mengusulkan bahwa tidak ada etika di luar pemanfaatan sumber daya manusia terhadap laba keuntungan yang lebih tinggi bagi para pemegang saham. Orientasi neoliberal adalah ditantang oleh argumen bahwa kesejahteraan tenaga kerja tidak kedua tujuan pemegang saham mencari keuntungan Beberapa orang lain melihat etika manajemen sumber daya manusia sebagai wacana menuju tempat kerja yang egaliter dan martabat tenaga kerja.
Diskusi mengenai isu-isu etis yang mungkin timbul dalam hubungan kerja, termasuk etika diskriminasi, dan hak-hak karyawan dan tugas yang sering terlihat dalam teks-teks etika bisnis Sementara beberapa berpendapat bahwa ada hak-hak asasi tertentu seperti tempat kerja. hak untuk bekerja, hak atas privasi, hak yang harus dibayar sesuai dengan nilai yang sebanding, hak untuk tidak menjadi korban diskriminasi, yang lain mengklaim bahwa hak tersebut dapat dinegosiasikan. wacana etis di HRM sering mengurangi perilaku etika perusahaan seolah-olah mereka amal dari perusahaan daripada hak-hak karyawan Kecuali dalam pekerjaan, di mana kondisi pasar sangat menguntungkan karyawan,. karyawan diperlakukan sekali pakai dan dibuang dan dengan demikian mereka defencelessly terpojok untuk kerentanan ekstrim The expendability karyawan, bagaimanapun, adalah dibenarkan dalam teks ‘moralitas bisnis’ di tanah posisi etika menentang expendability yang harus dikorbankan untuk ‘kebaikan yang lebih besar dalam sistem pasar bebas’ Lebih lanjut, ia berpendapat karena karena ‘melakukan keduanya karyawan dan majikan pada kenyataannya memiliki kekuatan ekonomi dalam pasar bebas, akan tidak etis jika. pemerintah atau’ kerja istilah memaksakan hubungan kerja ‘serikat buruh
Ada diskusi tentang etika dalam praktik manajemen kerja individu, isu-isu seperti kebijakan dan praktik manajemen sumber daya manusia, peran sumber daya manusia (SDM) praktisi, penurunan dari serikat buruh, masalah globalisasi tenaga kerja dll , dalam literatur HRM baru-baru ini, meskipun. mereka tidak menempati tahap sentral dalam akademisi HR Hal ini mengamati bahwa dengan penurunan serikat buruh seluruh dunia, yang berpotensi lebih rentan terhadap perilaku oportunistik dan tidak etis Hal ini dikritik bahwa HRM telah menjadi lengan strategis pemegang saham mencari keuntungan melalui pembuatan pekerja menjadi ‘budak bersedia’.
Sebuah artikel poin juga dikutip bahwa ada ‘lembut’ dan ‘keras’ versi HRMS, dimana dalam pendekatan-lunak menganggap karyawan sebagai sumber energi kreatif dan peserta kerja pengambilan keputusan dan versi keras lebih eksplisit fokus pada rasionalitas organisasi, kontrol, dan profitabilitas. Sebagai tanggapan, ia berpendapat bahwa stereotip HRM keras dan lunak keduanya bertentangan dengan etika karena mereka alat untuk menghadiri terhadap motif keuntungan tanpa memberikan pertimbangan yang cukup untuk masalah moral yang relevan lainnya seperti keadilan sosial dan kesejahteraan manusia. Namun, ada penelitian menunjukkan, keberhasilan yang berkelanjutan jangka panjang organisasi dapat dipastikan hanya dengan tenaga kerja puas diperlakukan secara manusiawi.
Pasar, jelas, bukan institusi inheren etis yang dapat dipimpin oleh ‘invisible hand’ yang mitos saja, tidak, dapat menyinggung pasar yang secara inheren tidak etis Selain itu, etika bukanlah sesuatu yang bisa dicapai melalui pendirian. prosedur, gambar kode etik, atau pemberlakuan hukum atau cara heteronomous lain, meskipun kebutuhan mereka bisa tetap dipertanyakan. Namun, meskipun pasar tidak perlu menjadi penyebab bahaya moral atau etika mungkin melayani suatu kesempatan untuk seperti bahaya. Bahaya moral HRM akan terus meningkat begitu banyak seperti hubungan manusia dan sumber daya yang tertanam di dalam manusia diperlakukan hanya sebagai komoditas.
isu Diskriminasi * termasuk diskriminasi atas dasar usia (ageism), jenis kelamin, ras, agama, cacat, berat dan daya tarik. Lihat juga: affirmative action, pelecehan seksual. * Isu-isu yang timbul dari pandangan tradisional tentang hubungan antara pengusaha dan karyawan, juga dikenal sebagai At-akan pekerjaan.
* Isu-isu seputar representasi karyawan dan demokratisasi tempat kerja: serikat menyerbu, melanggar pemogokan.
* Isu mempengaruhi privasi karyawan: pengawasan tempat kerja, pengujian obat. Lihat juga: privasi. * Isu mempengaruhi privasi majikan: whistle-blowing.
* Masalah yang berkaitan dengan kewajaran kontrak kerja dan keseimbangan kekuasaan antara majikan dan karyawan: hukum ketenagakerjaan perbudakan/kuli kontrak.
* Keselamatan dan kesehatan.
Semua hal di atas juga berkaitan dengan pengangkatan dan pemecatan karyawan. Di banyak negara maju, seorang karyawan karyawan atau masa mendatang biasanya tidak bisa dipekerjakan atau dipecat berdasarkan ras, usia, jenis kelamin, agama, atau tindakan diskriminatif lainnya.
Sumber:
https://nureazizah13.wordpress.com/2010/12/30/etika-manajemen-sumber-daya-manusia/
https://niaariyanierlin.wordpress.com/tag/etika-produksi/
http://wawanhernawan89.blogspot.co.id/2012/06/pertemuan-11-senin-4-juni-2012-konsep.html
http://indah-widjaya.mhs.narotama.ac.id/2013/11/18/etika-bisnis-periklanan/
https://naficenna.wordpress.com/2012/08/04/pasar-dan-perlindungan-konsumen/
Tentang iklan-iklan ini

softskill BAB 3

NAMA KELOMPOK:
FANY FEBRIYANTI (13213211)
FUSI WINDI HAQIMA (13213604)
NOVICA RATNASARI (16213550)
SYFA DEWI AMALIA (18213755)
MATA KULIAH: ETIKA BISNIS

BAB III
Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial
Model Etika Dalam Bisnis
Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya :
Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankanbisnisnya.
Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
4. Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
1. Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
Filsafat
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.

Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
 Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini. Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
Strategi dan Performasi
Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
• Karakter Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
• Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas. Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan. Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
Sumber : http://danisapujiati94.blogspot.com/2015/10/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai.html?m=1

Saturday, November 5, 2016

SOFTSKILL - CONTOH KASUS ETIKA IKLAN

Kasus Etika Iklan As dan XL

Salah satu contoh problem etika bisnis yang marak pada tahun kemarin adalah perang provider celullar antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Dengan kurun waktu yang tidak lama TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Dalam iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.

Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

SOLUSI

Berdasarkan Etika Pariwara Indonesia (EPI), iklan XL melanggar etika pemasaran beriklan yang terletak pada nomor:

1.19 Perbandingan 
1.19.1 Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. 
1.19.2 Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset iklan tersebut. 
1.19.3 Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan pada khalayak. 

Seharusnya sesama provider cellular  terutama di Indonesia harus saling memahami dan mengerti dengan kondisi dan fasilitas yang diberikan oleh provider tertentu, tanpa dengan memburu-burukan atau menjatuhkan citra suatu produk dan jasa dari suatu provider di iklan yang akan sangat memberikan dampak terhadap pemikiran oleh setiap orang yang melihat iklan tersebut.
Setiap provider dapat mengiklankan produk mereka secara sehat tanpa harus menjatuhkan provider lainnya. Memang terlihat lebih menarik akan tetapi dapat berdampak buruk bagi provider lain yang bisa saja tersinggung akan “sindiran” yang dilakukan terang terangan oleh pihak provider simpati/As terhadap XL.
Karena masyarakat yang bijakpun dapat memilih fasilitas fasilitas yang ditawarkan oleh provider cellular sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing tanpa melihat dari iklan yang pada kenyataannya iklan kedua provider tersebut jauh dari kata mempromosikan tarif provider mereka.

Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari segi informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Etika diakui sebagai studi konsep-konsep seperti seharusnya, harus, dan sebagainya, sementara "moral" cenderung ditendensikan pada kegiatan

Saturday, October 15, 2016

Softskill individu - kasus etika lingkungan dan solusinya

Illegal fishing adalah suatu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan  dan melanggar hukum. Illegal fishing di perairan Indonesia dapat terjadi di wilayah Barat dan Timur. Kegiatan Illegal Fishing yang  sering terjadi di perairan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing  yang berasal dari beberapa negara tetangga.  Diperkirakan sebagian besar terjadi di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan di perairan kepulauan.  Jika dilihat dari jenis alat tangkap ikan yang banyak dioperasikan dalam kegiatan illegal fishing adalah seperti purse seine dan trawl.

Beberapa jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan, antara lain adalah :
1. Penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin
    Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI))
2. Memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah
    penangkapan ikan, Pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan),
3. Pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal),
4.Transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang
    diwajibkan memasang transmitter),
5.  Penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia,
    bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan
     melestarikan sumberdaya ikan.

Sumberdaya ikan yang biasanya ditangkap dalam kegiatan illegal fishing adalah jenis ikan ekonomis penting dari kelompok pelagi besar maupun kecil, seperti : udang, cumi cumi, ikan cakalang, ikan Tuna, dan ikan Tenggiri.

Contoh kasus dari kegiatan illegal fishing yang telah diinformasikan dan ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),  melalui Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu Macan 001, menangkap 5 (lima) kapal perikanan Indonesia (KII) eks Thailand yang diawaki oleh 61 orang awak kapal berkewarganegaraan Thailand, di perairan Laut Natuna, Kepulauan Riau, pada tanggal 19 November 2014. Kelima kapal tersebut diduga melanggar daerah penangkapan ikan (fishing ground) sebagaimana ditentukan dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIKPI) dari KKP dan penggunaan awak kapal berkewarganegaraan asing.
       Adapun 5 (lima) kapal yang ditangkap yaitu KM. Laut Natuna 99/GT 101 (16 awak kapal), KM. Laut Natuna 30/GT 102 (11 awak kapal), KM. Laut Natuna 25/GT 103 (17 awak kapal), KM. Laut Natuna 24/GT 103 (8 awak kapal), dan KM. Laut Natuna 23/GT 101 (9 awak kapal).
        Penangkapan terhadap 5 (lima) kapal tersebut dilakukan KP. Hiu Macan 001 saat melaksanakan operasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di perairan Natuna dan sekitarnya, yang mendapati beberapa kapal perikanan sedang melakukan penangkapan ikan. Setelah dilakukan pemeriksaan, diperoleh dugaan awal bahwa kelima kapal tersebut melaksanakan kegiatan penangkapan ikan di luar daerah penangkapan (fishing ground) yang dijinkan serta diawaki oleh warga negara asing. (http://kkp.go.id/index.php/arsip/c/11047/KKP-Tangkap-Lima-Kapal-Perikanan-Eks-Thailand/?category_id=2)

Solusinya :
1. Adapun seperangkat aturan sebagai pendukung penegakkan hukum terhadap tindak pidana illegal fishing di Indonesia antara lain sebagai berikut:
Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya seperti : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha Perikanan,
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan,
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring Ingsang (Gill Net) di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Undang undang nomor 32 Tahun 2014 tentang kelautan.

2. Kebijakan pembatasan alat tangkap dengan menetapkan besar lubang mata jaring. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan selektifitas alat tangkap, sehingga yang tertangkap hanya  spesies target saja, sedang spesies lain dapat lolos keluar melalui lubang jaring tersebut.
3. Membentuk satuan Pengawas Jagawana dibawah Kementerian Kehutanan untuk menjaga wilayah-wilayah konservasi laut yang berada di dalam tanggung jawab Kementerian Kehutanan.
4. Menempatkan armada AL di wilayah-wilayah perbatasan laut Indonesia.
5. Pembentukan kawasan konservasi laut dibeberapa tempat yang dianggap masih memiliki potensi plasma nutfah yang cukup tinggi. Seperti Takabonerate, dan Wakatobi.

Monday, October 10, 2016

SOFTSKILL ETIKA BISNIS 2

NAMA KELOMPOK:
1.      FANY FEBRIYANTI            (13213211)
2.      FUSI WINDI HAQIMA       (13213604)
3.      NOVICA RATNASARI       (16213550)
4.      SYFA DEWI AMALIA        (18213755)

MATA KULIAH: ETIKA BISNIS

BAB II
PRINSIP ETIKA DALAM BISNIS SERTA ETIKA DAN LINGKUNGAN

Secara umum etika bisnis merupakan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan bisnis yang dimaksud. Adapun prinsip prinsip etika bisnis tersebut sebagai berikut :

1.           Prinsip Otonomi
Otonomi dalam Etika Bisnis. Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran , kesejahteraan para pekerjanya ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan etika bisnis.

Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi dalam menjalankan fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi tindakan manajerial yang terdiri atas:
1.      Dalam pengambilan keputusan bisnis.
2.      Dalam tanggung jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.

2.      Prinsip Kejujuran
Prinsip Kejujuran dalam Etika Bisnis Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.

3.      Prinsip Keadilan
Prinsip Keadilan dalam Etika Bisnis. Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.

4.             Hormat pada Diri Sendiri
Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri dalam Etika Bisnis
Pinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.



5.                  Hak dan Kewajiban
Hak dan Kewajiban Dalam Etika Bisnis
Setiap karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut : kewajiban dalam mencari mitra (rekanan) bisnis yang cocok yang bisa diajak untuk bekerjasama, saling menguntungkan diantara kedua belah pihak dalam pencapaian tujuan yang telah disepakati bersama demi kemajuan perusahaan, menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang terwujud dalam perilaku dan sikap dari setiap karyawan terhadap mitra bisnisnya, bila tujuan dalam perusahaan ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada setidaknya karyawan-karyawan tersebut telah melaksanakan kegiatan bisnisnya dengan suatu tindakan yang baik. Lalu bagian SDM perusahaan akan mencoba untuk menganalisis sebab timbulnya bisnis tidak sesuai dengan tujuan perusahaan, dan menemukan dimana terjadinya letak kesalahan serta mencari solusi yang tepat untuk menindak lanjuti kembali agar bisnis yang dijalankan dapat meningkat secara pesat seiring perkembangan waktu.
Bukan hanya kewajiban saja yang harus dijalankan, hak etika bisnispun juga sangat diperlukan, diantaranya : Hak untuk mendapatkan mitra (kolega) bisnis antar perusahan, hak untuk mendapatkan perlindungan bisnis, hak untuk memperoleh keuntungan bisnis, dan hak untuk memperoleh rasa aman dalam berbisnis. Selain itu dalam berbisnis setiap karyawan dalam suatu perusahaan juga dapat mementingkan hal-hal yang lebih utama, seperti : kepercayaan, keterbukaan, kejujuran, keberanian, keramahan, dan sifat pekerja keras agar terjalinnya bisnis yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak bisnis tersebut.
6.             Teori Etika dan Lingkungan
6.1          Ekosentrisme
Merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untukmencakup komunitas yang lebih luas.

6.2         Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
6.3         Biosentrisme
Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism). Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
7.             Prinsip Etika dilingkungan Hidup
Keraf (2005 : 143-159) memberikan minimal ada sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup :
Sikap hormat terhadap alam atau respect for nature alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia tergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam.
Prinsip tanggung jawab atau moral responsibility for nature prinsip tanggung jawab bersama ini, setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi seakan milik pribadinya
Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam.
Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature
Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam merupakan prinsip moral, yang artinya tanpa mengharapkan balasan.
Prinsip tidak merugikan atau no harm merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu,. tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lainnya.
Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material.
Prinsip keadilan prinsip keadilan lebih diekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur.
Prinsip demokrasi alam semesta sangat beraneka ragam. demokrasi memberi tempas yang seluas – luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, dan pluralitaas. oleh karena itu orang yang peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis.
Prinsip integritas moral prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku terhormat serta memegang teguh prinsip – prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik.
REFERENSI:
https://sitinovianti.wordpress.com/2015/10/24/prinsip-etika-dalam-bisnis-serta-etika-dan-lingkungan/


MAKEUP_SHARE.jpg

SOFTSKILL ETIKA BISNIS 1

NAMA KELOMPOK:
1.      FANY FEBRIYANTI           (13213211)
2.      FUSI WINDI HAQIMA       (13213604)
3.      NOVICA RATNASARI       (16213550)
4.      SYFA DEWI AMALIA        (18213755)

MATA KULIAH: ETIKA BISNIS

BAB I
DEFINISI ETIKA BISNIS, HAKIKAT, ETIKA MORAL, HUKUM, AGAMA, SERTA KLASIFIKASI ETIKA DAN KONSEP ETIKA

1.             Hakikat mata kuliah etika bisnis

Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral.
Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur dan bisnis.
Contoh praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral:
Uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan.
Pejabat yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.
Contoh tidak memiliki kesadaran moral:
Seorang berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang asangat ramai itu menodong dengan clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaram moral bahwa perbuatan itu bertentangan dan dilarang  oleh ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditingggalkan oleh ibu bapaknya akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan,pencuri. Sesudah dewasa menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.


2.             Definisi etika bisnis
Etika bisnis adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang masih berkaitan dengan personal, perusahaan ataupun masyarakat. atau bisa juga diartikan pengetahuan tentang tata cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal secara ekonomi maupun sosial.
Dalam menerapkan etika dalam berbisnis kamu harus memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku di dalam masyarakat. Disamping itu etika bisnis juga bisa diterapakan dan dimunculkan dalam perusahaan sendiri karena memiliki keterkaitan dengan profesional bisnis. Perusahaan menyakini prinsip bisnis yang baik adalah yang memperhatikan etika-etika yang berlaku, seperti menaati hukum dan peraturan yang berlaku.
Sedangkan Menurut Velasques pengertian etika bisnis adalah merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.

3.             Etika Moral, hukum dan agama dalam bisnis
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Hakekat standar moral :
Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.

Seperti pengertian moralitas di atas, bahwa apabila kita membicarakan sebuah moral maka erat keterkaitannya dengan hukum, agama dan kebudayaan. Dalam kehidupan sehari-hari moral harus di lakukan sebagai pendorong agar berperilaku baik. Begitu pula dengan kaitannya etika moral dalam suatu bisnis. Apabila mempunyai sebuah moral yang baik maka akan memberi dampak yang baik dalam sebuah perkembagan bisnis tersebut serta dapat menjalani hubungan yang baik dengan relasi yang juga baik dan bermoral. Moral di dapat dari sebuah orang yang mengetahui ajaran agama dan suatu budaya. Sebuah agama telah mengatur seseorang dalam melakukan segala hal termasuk berhubungan dengan orang yang mempunyai sebuah pekerjaan dalam bidang bisnis. Sebuah moral yang dapat di aplikasikan dalam sebuah etika bisnis yaitu sebuah kejujuran. Apabila sebuah bisnis dilandasi dengan sebuah kejujuran dalam setiap transaksi ataupun pengambilan sebuah keputusan maka akan sangat memberikan kepuasan bagi kedua belah pihak yang saling terkait dalam sebuah bisnis.

4.             Klasifikasi Etika
Kebutuhan hidup manusia semakin hari dirasakan semakin meningkat sejalan dengan perubahan dan perkembangan pola hidup masyarakatnya. kehidupan manusia yang pada mulanya masih sangat sederhana hanya menggantungkan pada hasil-hasil alami yang tersedia didalam dirinya sendiri maupun dengan memanfaatkan apa yang telah ada di alam sekitamya. Pada saat inipun kebutuhan hidup manusia masih sangat sederhana. Manusia dalam masyarakat primitif baru memiliki kebutuhan ekonomi vang sederhana terutama berupa kebutuhan dasar yang bersifat jasmaniah yaitu:
1. Makan, minum dan pakaian
2. Kebutuhan akan tempat tinggal
3. Kebutuhan akan istirahat
semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi secara alami.
Dengan demikian semakin hari semakin meningkat pengenalan manusia tentang alam sekitamya, bertambah jumlah penghuni alam juga menipisnya ketersediaan bahan kebutuhan manusia serta timbulnya berbagai gangguan dan hambatan dalam hidup, maka masyarakat itu mulai menyadari pentingnya mencari upaya untuk mengatasi rasa tidak aman tersebut, mereka menjadi saling memerlukan untuk bekerja sama mengatasi kesulitan hidup mereka. Dengan per-kembangan pola kehidupan ini, maka kebutuhan manusia makin meningkat, yang meliputi:
1.      Kebutuhan jasmaniah makan, minum, pakaian rumah dan istirahat.
2.      Kebutuhan rohaniah rasa aman, harga diri dan penghiburan.
3.      Kebutuhan social kasih sayang dari sesamamanusia, persahabatan dan pengakuan orang lain.

5.             Konsep Etika
Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.

Dasar pemikiran:
Suatu perusahaan akan memiliki hak hidup apabila perusahaan tersebut memiliki pasar, dan dikelola oleh orang-orang yang ahli dan menyenangi pekerjaannya.
Agar perusahaan tersebut mampu melangsungkan hidupnya, ia dihadapkan pada masalah:
1. Intern, misalnya masalah perburuhan
2. Ekstern, misalnya konsumen dan persaingan
3. Lingkungan, misalnya gangguan keamanan

Pada dasarnya ada 3 hal yang dapat membantu perusahaan mengatasi masalah di atas yaitu:
1. Perusahaan tersebut harus dapat menemukan sesuatu yang baru.
2. Mampu menemukan yang terbaik dan berbeda
3. Tidak lebih jelek dari yang lain

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu memiliki nilai-nilai yang tercermin pada:
1. Visi
2. Misi
3. Tujuan
4. Budaya organisasi
Referensi:
https://www.google.co.id/search?q=Hakekat%20mata%20kuliah%20etika%20bisnis&gws_rd=ssl

MAKEUP_SHARE.jpg