Saturday, October 15, 2016

Softskill individu - kasus etika lingkungan dan solusinya

Illegal fishing adalah suatu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan  dan melanggar hukum. Illegal fishing di perairan Indonesia dapat terjadi di wilayah Barat dan Timur. Kegiatan Illegal Fishing yang  sering terjadi di perairan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing  yang berasal dari beberapa negara tetangga.  Diperkirakan sebagian besar terjadi di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan di perairan kepulauan.  Jika dilihat dari jenis alat tangkap ikan yang banyak dioperasikan dalam kegiatan illegal fishing adalah seperti purse seine dan trawl.

Beberapa jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan, antara lain adalah :
1. Penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin
    Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI))
2. Memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah
    penangkapan ikan, Pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan),
3. Pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal),
4.Transshipment di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang
    diwajibkan memasang transmitter),
5.  Penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia,
    bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang membahayakan
     melestarikan sumberdaya ikan.

Sumberdaya ikan yang biasanya ditangkap dalam kegiatan illegal fishing adalah jenis ikan ekonomis penting dari kelompok pelagi besar maupun kecil, seperti : udang, cumi cumi, ikan cakalang, ikan Tuna, dan ikan Tenggiri.

Contoh kasus dari kegiatan illegal fishing yang telah diinformasikan dan ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),  melalui Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu Macan 001, menangkap 5 (lima) kapal perikanan Indonesia (KII) eks Thailand yang diawaki oleh 61 orang awak kapal berkewarganegaraan Thailand, di perairan Laut Natuna, Kepulauan Riau, pada tanggal 19 November 2014. Kelima kapal tersebut diduga melanggar daerah penangkapan ikan (fishing ground) sebagaimana ditentukan dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIKPI) dari KKP dan penggunaan awak kapal berkewarganegaraan asing.
       Adapun 5 (lima) kapal yang ditangkap yaitu KM. Laut Natuna 99/GT 101 (16 awak kapal), KM. Laut Natuna 30/GT 102 (11 awak kapal), KM. Laut Natuna 25/GT 103 (17 awak kapal), KM. Laut Natuna 24/GT 103 (8 awak kapal), dan KM. Laut Natuna 23/GT 101 (9 awak kapal).
        Penangkapan terhadap 5 (lima) kapal tersebut dilakukan KP. Hiu Macan 001 saat melaksanakan operasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di perairan Natuna dan sekitarnya, yang mendapati beberapa kapal perikanan sedang melakukan penangkapan ikan. Setelah dilakukan pemeriksaan, diperoleh dugaan awal bahwa kelima kapal tersebut melaksanakan kegiatan penangkapan ikan di luar daerah penangkapan (fishing ground) yang dijinkan serta diawaki oleh warga negara asing. (http://kkp.go.id/index.php/arsip/c/11047/KKP-Tangkap-Lima-Kapal-Perikanan-Eks-Thailand/?category_id=2)

Solusinya :
1. Adapun seperangkat aturan sebagai pendukung penegakkan hukum terhadap tindak pidana illegal fishing di Indonesia antara lain sebagai berikut:
Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya seperti : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha Perikanan,
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan,
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring Ingsang (Gill Net) di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Undang undang nomor 32 Tahun 2014 tentang kelautan.

2. Kebijakan pembatasan alat tangkap dengan menetapkan besar lubang mata jaring. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan selektifitas alat tangkap, sehingga yang tertangkap hanya  spesies target saja, sedang spesies lain dapat lolos keluar melalui lubang jaring tersebut.
3. Membentuk satuan Pengawas Jagawana dibawah Kementerian Kehutanan untuk menjaga wilayah-wilayah konservasi laut yang berada di dalam tanggung jawab Kementerian Kehutanan.
4. Menempatkan armada AL di wilayah-wilayah perbatasan laut Indonesia.
5. Pembentukan kawasan konservasi laut dibeberapa tempat yang dianggap masih memiliki potensi plasma nutfah yang cukup tinggi. Seperti Takabonerate, dan Wakatobi.

No comments:

Post a Comment